Suara Sahabat, Kota Serang - Dilansir dari Erakini.id, Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Dr Dede Ahmad Permana, menilai pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tidak hanya menjadi warisan intelektual, tetapi juga panduan strategis dalam merespons tantangan global saat ini.
Hal itu disampaikan Dr Dede saat menjadi pembicara pada 1st Zawiyah International Conference on Sharia and Legal Studies (ZICONS) 2025 di Aula SBSN IAIN Langsa, Aceh, Senin (17/11/2025).
Menurut Wakil Dekan III Fakultas Syariah tersebut, para akademisi dan mahasiswa perlu menggali kembali khazanah keilmuan ulama Nusantara, termasuk karya-karya Syekh Nawawi, yang sarat dengan pertimbangan kemaslahatan.
“Syekh Nawawi menegaskan, ‘at tha’ah idza adat ila mafsadatin rojihatin wajaba tarkuha’. Artinya, jika sebuah ketaatan yang baik justru menimbulkan kerusakan besar, maka ia harus ditinggalkan,” ujar Dr Dede dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (18/11/2025).
Dr Dede menjelaskan, fikih yang diajarkan Syekh Nawawi selalu mempertimbangkan kemudahan dan menolak mudarat. Ia mencontohkan pandangan ulama asal Banten itu terkait rukhsah (keringanan), seperti membolehkan tidak berpuasa bagi orang sakit dan musafir, larangan berhaji ketika keamanan tidak terjamin, hingga tata cara salat dalam kondisi bahaya.
Konsep lain yang turut ditekankan adalah sadz dzara’i, yakni menutup jalan menuju bahaya. Dalam kaidah ini, sesuatu yang awalnya boleh dapat menjadi haram jika berpotensi menimbulkan kerusakan. Hal tersebut tercermin dalam prinsip “at thariq ilas syarri syarrun”.
Tak hanya itu, Syekh Nawawi juga mengedepankan ta’lil al-ahkam, yaitu penetapan hukum berdasarkan alasan yang rasional.
Menurut Dr. Dede, pendekatan ini menunjukkan bahwa fikih Islam bersifat logis dan tidak lepas dari pertimbangan akal sehat.
Pengasuh pondok pesantren Darul Iman Pandeglang ini menegaskan bahwa ijtihad maqasidi menjadi kunci agar hukum Islam tetap dinamis dan dapat menjawab perubahan zaman. Dengan pendekatan ini, fikih tetap relevan tanpa meninggalkan prinsip dasar syariat.
“Islam itu shalihun li kulli zaman wa makan, relevan untuk sepanjang masa,” ujarnya.
Sebagai informasi, pada konferensi tersebut, Dr Dede tampil bersama lima pakar hukum Islam dari berbagai negara, antara lain Prof. Mohd Syakir Mohd Rosdi (Malaysia), Syaikh Abu Muadz Abdul Hay Uwainah (Mesir), Dr. Mowafaq Masud (Libya), Prof. Dr. Iskandar Budiman, dan Dr. Muhammad Alkaf (IAIN Langsa).
Sesi utama yang diikuti peserta dari 13 provinsi dan lima negara itu mendapat perhatian luas, baik dari peserta luring maupun daring.
Adapun Dr Dede mempresentasikan makalah berjudul “Daur al-Ijtihad al-Maqasidi fi Muwajahati at-Tahaddiyat al-Alamiyah: Fiqh Syeikh Nawawi al-Bantani Anmudzajan.”