"Apa yang hendak kita rayakan ketika berita penangkapan, operasi tangkap tangan, suap proyek, jual-beli jabatan, hingga bancakan anggaran menjadi rutinitas seperti cuaca harian? Indonesia bukan sedang kekurangan aturan, lembaga, atau slogan; kita kekurangan keberanian politik dan integritas moral di tubuh kekuasaan."
Oleh : Winah Setiawati
(Ketua PKC PMII Banten)
Hari Antikorupsi Sedunia tidak pernah layak dirayakan di negeri yang saban hari masih memelihara suburnya korupsi. Apa yang hendak kita rayakan ketika berita penangkapan, operasi tangkap tangan, suap proyek, jual-beli jabatan, hingga bancakan anggaran menjadi rutinitas seperti cuaca harian? Indonesia bukan sedang kekurangan aturan, lembaga, atau slogan; kita kekurangan keberanian politik dan integritas moral di tubuh kekuasaan.
Hakordia justru harus menjadi cermin retak, bahwa korupsi telah menjelma kultur yang menyelinap dari ruang rapat elite sampai meja pelayanan publik. Ia merampas masa depan anak-anak yang bangku sekolahnya roboh, merampok hak kesehatan warga, memiskinkan petani, buruh, nelayan, dan menggerogoti harapan masyarakat yang tak pernah menikmati kesejahteraan yang sejatinya menjadi hak mereka.
Ketika 364 kasus bisa menimbulkan kerugian hampir Rp 280 Triliun, itu artinya generasi mendatang harus menanggung beban utang moral dan sosial dari kerakusan itu. Sialnya korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat tingkat tinggi, melainkan perilaku tercela itu terjadi juga di lingkungan pemerintah lokal hingga tingkat desa, mulai dari pelaksanaan infrastruktur hingga pelayan publik.
Ini bukan sekadar kejahatan kerah putih, ini pengkhianatan terhadap republik. Korupsi adalah perampokan terang-terangan yang dilegalkan oleh diamnya publik dan matinya rasa malu para pejabat. Karena itu Hakordia bukan panggung seremonial, bukan spanduk dan jargon, melainkan seruan perlawanan moral untuk memutus rantai budaya “normalisasi” korupsi.
Jika negara gagal memberantas korupsi, maka masyarakat sipil, mahasiswa, dan para aktivis harus menjadi pagar terakhir. Kita tidak boleh jinak, tidak boleh lelah, tidak boleh tunduk pada narasi bahwa korupsi adalah keniscayaan. Perlawanan tidak harus selalu besar—cukup dimulai dengan keberanian menolak kompromi dan membela kebenaran, bahkan ketika kita berdiri sendirian.
Selama korupsi masih menjadi denyut nadi kekuasaan, Hakordia harus menjadi hari duka, bukan pesta. Hari untuk menegaskan bahwa republik ini masih butuh diselamatkan—dan bahwa perubahan hanya lahir dari keberanian, bukan slogan.
Tentang Penulis

Winah Setiawati, S.H merupakan Ketua Umum PKC PMII Provinsi Banten periode 2025 - 2027. Saat ini ia aktif sebagai advokat yang cukup vokal di Banten, terakhir ia mendampingi seorang guru yang sedang menjalani proses hukum di Kabupaten Lebak yang cukup ramai diperbincangkan di Media Sosial beberapa pekan belakangan.
Lihat juga karya lainnya https://suarasahabat.com/news/refleksi-hari-guru-ucapan-selamat-saja-tidak-cukup