Banten kini menjadi penyangga ibu kota Jakarta dan kontributor signifikan bagi perekonomian nasional. Perkembangan ini tidak lepas dari letak strategisnya di Selat Sunda, menghubungkan Jawa dan Sumatera, serta warisan budaya Kesultanan Banten yang kaya. Namun, di balik kemajuan, tantangan seperti ketimpangan regional, pencemaran lingkungan, dan pengelolaan sampah tetap menjadi pekerjaan rumah
Oleh : Oyod
Provinsi Banten, yang resmi berdiri pada 17 Oktober 2000 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000, merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia. Pemekaran dari Jawa Barat ini lahir dari perjuangan panjang masyarakat Banten yang menginginkan otonomi lebih besar untuk mengelola potensi daerahnya. Sejak itu, Banten telah berkembang pesat dari wilayah agraris menjadi pusat industri, perdagangan, dan investasi.
Dengan luas 9.662,92 km² dan populasi mencapai 12,43 juta jiwa pada 2024, Banten kini menjadi penyangga ibu kota Jakarta dan kontributor signifikan bagi perekonomian nasional. Perkembangan ini tidak lepas dari letak strategisnya di Selat Sunda, menghubungkan Jawa dan Sumatera, serta warisan budaya Kesultanan Banten yang kaya. Namun, di balik kemajuan, tantangan seperti ketimpangan regional, pencemaran lingkungan, dan pengelolaan sampah tetap menjadi pekerjaan rumah. Opini saya, Banten adalah contoh sukses pemekaran daerah yang mampu memanfaatkan reformasi otonomi untuk pertumbuhan inklusif, meski perlu kebijakan lebih tegas untuk keberlanjutan.
Sejarah pendirian Banten tidak bisa dipisahkan dari aspirasi masyarakat sejak era kemerdekaan. Keinginan membentuk provinsi sendiri muncul pada 1953, dengan pembentukan Panitia Provinsi Banten pada 1963. Pada masa Orde Baru, upaya ini terhambat, tapi reformasi 1998 membuka peluang melalui UU Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999. Deklarasi Rakyat Banten pada 18 Juli 1999 di Alun-Alun Serang menjadi puncak perjuangan, diikuti pembentukan Komite Pembentukan Provinsi Banten. Presiden Abdurrahman Wahid menandatangani UU pembentukan pada 17 Oktober 2000, dan Djoko Munandar menjadi gubernur pertama pada 2002. Warisan Kesultanan Banten (abad ke-16) dengan pelabuhan internasionalnya menjadi simbol identitas, di mana Islam menyebar dan perdagangan rempah berkembang. Peninggalan seperti Masjid Agung Banten dan Keraton Surosowan kini menjadi aset wisata budaya yang mendukung ekonomi lokal.
Pasca-pendirian, Banten mengalami transformasi ekonomi dramatis. Pada 2001-2005, pertumbuhan rata-rata 4,93%, dengan PDRB mencapai Rp84,62 triliun pada 2005. Sektor industri pengolahan mendominasi, didorong kawasan seperti Cilegon dengan Krakatau Steel. Hingga 2025, ekonomi Banten tumbuh 5,33% pada Triwulan II, lebih tinggi dari nasional 5,05%, dengan PDRB Rp232,23 triliun. Proyeksi 2025 mencapai 4,8-5,6%, didorong konstruksi (15,36%), pertanian (18,62%), dan ekspor US$4,146 miliar Januari-April. Investasi melonjak Rp91,5 triliun hingga Triwulan III 2025, peringkat 4 nasional, dengan KEK BSD Biomedical dan PIK II sebagai motor baru. Gubernur Andra Soni (sejak 2025) fokus pada visi "Banten Maju, Adil Merata, Tidak Korupsi", dengan kebijakan pemutihan PKB yang dimanfaatkan 858 ribu kendaraan.
Infrastruktur menjadi kunci perkembangan. Tol Serang-Panimbang, PIK II, dan BSD sebagai PSN meningkatkan konektivitas. Pada 2025, Pemprov bangun 13 km jalan kabupaten/kota dan prioritaskan pendidikan serta kesehatan dalam APBD. Bankeu desa Rp123,8 miliar untuk 1.238 desa mendukung Posyandu, BUMDes, dan koperasi. Pariwisata berkembang dengan Tanjung Lesung dan Ujung Kulon, meski pandemi sempat menghambat. Pendidikan gratis hingga SMA, termasuk swasta, menjadi janji Andra Soni.
Tantangan
Meski maju, tantangan sosial-lingkungan signifikan. Ketimpangan utara-selatan: utara industri, selatan agraris dengan kemiskinan lebih tinggi. Pengangguran 8,17% pada 2023, tertinggi nasional. Lingkungan: Sungai Ciujung tercemar oleh 26 perusahaan, mangrove rusak, sampah hanya 13,4% terkelola. Kebijakan seperti pembatasan truk tambang dan RDF di TPA Rawa Kucing mulai diterapkan. Perubahan iklim ancam pesisir, dengan deforestasi dan polusi industri.
Secara keseluruhan, Banten telah bertransformasi dari provinsi pemekaran menjadi kekuatan ekonomi dengan pertumbuhan stabil dan investasi masif. Dari gubernur pertama Djoko Munandar hingga Andra Soni, kebijakan fokus pada industri, infrastruktur, dan pemberdayaan desa telah mengangkat PDRB dan lapangan kerja. Namun, untuk masa depan, perlu pemerataan utara-selatan, pengelolaan lingkungan ketat, dan inovasi hijau. Banten bisa menjadi model provinsi berkelanjutan jika masyarakat sipil, pemerintah, dan swasta bersinergi. Dengan populasi muda dan posisi strategis, Banten siap menyongsong Indonesia Emas 2045—asal tantangan diatasi dengan visi jangka panjang.