Politik Banten dan Cerita Keluarga

Politik Banten dan Cerita Keluarga

Oleh: Kijing

Lagi-lagi politik kita di Banten jadi sorotan nasional gara-gara isu nepotisme yang bikin orang geleng-geleng kepala. Baru kemarin, tepatnya 3 November 2025, adik kandung Wakil Gubernur Banten, A. Dimyati Natakusumah, yaitu Raden Berli Rizki Nata Kusumah—orang-orang biasa panggil Berly—resmi dilantik jadi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten. Ini bukan pengangkatan pertama buat Berly, loh—sejak Februari lalu, dia udah diangkat Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) sebagai bagian dari 14 Plt Kadis yang digelontorin Pemprov Banten pasca-pilgub. Gue sebagai warga biasa yang suka ngopi sambil scroll berita, pengen kasih opini kritis tapi santai aja. Gak usah tegang, yuk kita kupas bareng dari A sampe Z. Lo bisa mikir dalam-dalam soal gimana nepotisme ini ngerusak atau justru "normal" di politik kita. Kita mulai dari awal, ya.

Pertama, mari kita flashback dulu ke latar belakangnya. Wakil Gubernur Banten, A. Dimyati Natakusumah—atau yang akrab dipanggil Dimyati—adalah politisi senior dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), meskipun sempat berganti kapal ke PKS di periode sebelumnya. Dia terpilih bareng Gubernur Andra Soni lewat Pilgub Banten 2024, dan dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025. Dimyati ini figur ulama-politisi yang punya pengaruh kuat di kalangan Nahdliyin dan masyarakat akar rumput Banten, terutama di Pandeglang dan Lebak. Lahir di Tangerang pada 17 September 1966, dia mulai karier dari dunia bisnis sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan seperti PT Rizka Carlita Utama, sebelum terjun ke politik. Track record-nya panjang: dua periode Bupati Pandeglang (2000-2009), tiga periode anggota DPR RI dari Dapil Banten I (2009-2024), bahkan sempat jadi Wakil Ketua MPR. Dari DPRD, Wakil Ketua DPRD, sampe sekarang Wagub, dia dikenal sebagai orang yang deket sama ulama dan warga desa. Tapi, di balik citra religius itu, keluarganya juga punya pengaruh kuat di birokrasi Banten. Berly, adik bungsunya yang lahir tahun 1980-an, mulai karier sebagai PNS di Pemprov Banten sejak 2005. Dari staf biasa di Dinas Sosial, naik jadi Kepala Bagian, lalu Plt Sekda DPMD, dan sekarang lompat ke posisi strategis kayak Kepala Bapenda.

Pengangkatan Berly ini bagian dari mutasi besar-besaran pasca-pilgub. Pada Februari 2025, Pemprov Banten keluarin surat perintah nomor 800.1.11.1/15 Tahun 2025, yang ditandatangani Sekda A. Damenta, buat ngisi 14 jabatan Plt Kadis dan Biro. Berly dapet DPMD waktu itu, yang tugasnya ngurus pemberdayaan desa dan dana desa—posisi penting banget karena Banten punya ratusan desa yang bergantung pada anggaran pusat. Sekda Nana Supiana bilang ini murni koordinasi dengan Gubernur-Wagub terpilih buat "menyegarkan formasi OPD" sambil nunggu rotasi resmi dari Kemendagri. Tapi, lompatan Berly ke Bapenda pada November ini yang bikin rame. Bapenda itu badan yang ngurus pajak daerah, retribusi, dan pendapatan asli daerah (PAD)—jantungnya ekonomi provinsi. Bayangin, PAD Banten tahun 2024 aja capai Rp 2,5 triliun, dan target 2025 naik jadi Rp 3 triliun. Kalau yang pegang saudara Wagub, wajar dong orang curiga ada "main belakang".

Sekarang, mari kita lihat sisi positifnya dulu, biar adil. Dimyati sendiri bantah keras tudingan nepotisme. Dalam konferensi pers 3 November kemarin, dia bilang, "Ini bukan nepotisme, tapi hasil karier panjang adik saya sebagai PNS. Berly mulai dari bawah, gak ada intervensi dari saya." Memang bener, Berly punya riwayat jabatan: dari Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat di DPMD, sampe Plt Sekda di sana. Dia lulusan S1 Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dan katanya kompeten di urusan keuangan daerah. Di Banten TV, Dimyati cerita bahwa dia malah "terbebani moral" karena adiknya diangkat, dan udah kasih peringatan keras: "Kalau gak kerja baik, saya yang copot sendiri." Pendukungnya bilang ini justru bagus—keluarga yang solid bisa bikin birokrasi lebih harmonis. Apalagi di Banten, yang sering didera konflik politik pasca-era Ratu Atut Chosiyah (mantan Gub yang dipenjara korupsi), pengangkatan internal kayak gini bisa stabilin tim. Gubernur Andra Soni juga dukung, bilang mutasi ini buat optimalisasi kinerja, bukan politik keluarga. Di kalangan PPP dan NU Banten, ini malah dipuji sebagai "kepercayaan rakyat" ke keluarga Natakusumah, yang punya warisan politik dan religius kuat di daerah.

Tapi nih, gue gak bisa tutup mata sama sisi gelapnya. Ini klasik banget: nepotisme yang disamarkan sebagai "karier merit". Pengamat publik seperti Rocky Gerung atau yang di Buletin Tangerang bilang, pengangkatan Berly ini bukti "dinasti nepotisme" yang lagi dibangun Gubernur-Wagub Banten. Bayangin, adik Wagub pegang Bapenda, yang ngawasin pajak dan retribusi—bisa aja ada konflik kepentingan kalau ada proyek keluarga atau kroni. Di Faktabanten, pengamat bilang ini langgar prinsip good governance, karena UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) jelas larang penyalahgunaan wewenang buat keluarga. Dimyati bilang gak ada intervensi, tapi siapa yang percaya? Proses mutasi di Pemprov Banten kan melibatkan rekomendasi Wagub sebagai koordinator birokrasi. Di media sosial, hashtag #NepotismeBanten lagi trending, dengan ribuan netizen ngejek: "Wagub angkat adik, besok giliran keponakan?"

Lebih dalam lagi, ini bukan kasus sendirian. Sejak Andra-Dimyati naik, udah ada pola: mutasi 14 Plt Kadis di Februari itu aja, banyak yang dari kalangan deket PPP atau keluarga elite. Contoh, Deden Apriandhi Hartawan dari Sekda DPRD jadi Plt Bapenda (eh, sekarang Berly gantiin), atau Subhan Setia Budi dari DPRD jadi Plt Kesbangpol. Pengamat di Janabar News bilang, ini mirip era Orde Baru, di mana jabatan dibagi berdasarkan loyalitas, bukan kompetensi. Dampaknya? Birokrasi jadi lamban, inovasi mati, dan rakyat yang rugi. Banten lagi butuh PAD kuat buat bangun infrastruktur—jalan rusak di Lebak, banjir di Serang—tapi kalau pemimpinnya keluarga, prioritas bisa bergeser ke "jaga dinasti". Di Suara Banten, aktivis anti-korupsi bilang ini buka pintu KKN baru, apalagi Banten punya sejarah hitam: kasus korupsi e-KTP, bansos, sampe proyek fiktif di era Atut.

Gue mikir, ini soal definisi "karier panjang". Berly emang PNS 20 tahun, tapi lompatannya cepet banget pas abangnya jadi Wagub. Dari Plt DPMD ke Kepala Bapenda? Itu eskalasi gila, bro. Di IDN Times, disebut bahwa secara aturan, promosi harus lewat asesmen kompetensi dari BKN, tapi di daerah sering "diakali" lewat rekomendasi politik. Dimyati bilang siap copot adiknya kalau gak perform, tapi itu omong kosong—gimana Wagub bisa netral copot saudaranya sendiri? Ini kayak kasih kunci mobil ke anak sendiri, terus bilang "kalau nabrak, gue yang hukum". Absurd. Di Faktacilegon, isu ini malah bikin kepercayaan publik turun, dengan survei informal nunjukin 60% warga Banten curiga nepotisme.

Pro-kontra ini makin panas di medsos dan media. Pendukung Dimyati, terutama dari kalangan ulama PPP, bilang ini "keberkahan keluarga" ala tradisi pesantren, di mana saudara bantu saudara demi umat. Mereka kutip Al-Quran soal silaturahmi, tapi itu dipelintir—silaturahmi bukan alasan buat jabatan negara. Di sisi lain, oposisi dari PDI-P dan aktivis seperti KontraS Banten demo kecil-kecilan di depan Gedung Silteng, tuntut KPK audit mutasi ini. Pengamat di Detik bilang, kalau gak ada transparansi, ini bisa jadi bom waktu buat Andra-Dimyati di tengah isu ekonomi Banten yang lagi lesu—inflasi 5%, pengangguran 7%.

Secara nasional, ini nge-spotlight reformasi birokrasi Prabowo. Janji kampanye "pemerintahan bersih", tapi di daerah malah nepotisme merajalela. Di Antara News, Wagub Dimyati ditegur media soal ini, dan jawabannya standar: "Saya gak campur tangan." Tapi fakta bicara lain: Berly naik jabatan pas Dimyati pegang kekuasaan. Gue analogikan kayak kasih Oscar ke sutradara yang filmnya bagus, tapi ternyata dia casting saudaranya sendiri tanpa audisi—prestasi iya, tapi adil gak? Di Buletin Tangerang, disebut ini "dinasti Natakusumah" yang mirip dinasti politik lain di Indonesia, kayak di Jawa Tengah atau Sulsel.

Opini gue pribadi? Gue kritis abis. Nepotisme ini bukan cuma soal satu keluarga, tapi kanker yang ngerusak demokrasi kita. Banten butuh pemimpin yang dipilih karena skill, bukan DNA. Dimyati boleh bilang "beban moral", tapi itu hipokrit—kalau beneran bersih, kenapa gak tolak pengangkatan adiknya dari awal? Lebih baik buka lowongan terbuka, lewat e-rekrutmen transparan, biar PNS muda punya kesempatan. Kalau dibiarkan, generasi Z Banten bakal cynis sama politik: "Mau usaha keras? Buat apa, kalau koneksi keluarga lebih penting?"

Solusinya? Pemerintah pusat harus tegas: Kemenpan-RB audit semua mutasi daerah, KPK selidiki konflik kepentingan. Di tingkat provinsi, Andra-Dimyati harus publikasikan laporan harta pejabat dan komitmen anti-nepo. Rakyat juga jangan diem—demo damai, petisi online, atau vote cerdas di pilkada selanjutnya. Gue ingat kata Soekarno: "Bersihkanlah jiwa-jiwa itu dari kotoran dan najisnya!" Nah, nepotisme ini najisnya politik kita.

Intinya, pengangkatan Berly bagus buat keluarga Natakusumah, tapi buruk buat Banten. Ini langkah mundur dari era reformasi 1998, di mana kita janji gak ada lagi dinasti. Kita butuh pemerintahan yang merit-based, bukan family-based. Gimana pendapat lo?

Terpopuler

Lihat Semua

Berita Terkini

Lihat Semua