Suara Sahabat, Banda Aceh – Dilansir dari Erakini.id Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kelembagaan pesantren.
Mujiburrahman selaku Rektor mengatakan bahwa UIN Ar-Raniry saat ini tengah menyiapkan Program dan Pusat Studi Pesantren sebagai wadah akademik untuk riset, pengembangan kurikulum, dan inovasi pendidikan pesantren.
Menurutnya hal tersebut sebagai wujud komitmen UIN Ar-Raniry memperkuat eksistensi dan kontribusi pesantren dalam sistem pendidikan nasional.
“Pesantren adalah pusat nilai, ilmu, dan karakter bangsa. Ia tumbuh dari tradisi, bergerak mandiri, dan berkontribusi nyata bagi masyarakat. Karena itu, kolaborasi perguruan tinggi dan pesantren akan memperkuat pendidikan Islam yang moderat dan berdaya saing,” kata Mujiburrahman dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan menuju pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren Kementerian Agama RI, yang digelar di Auditorium Ali Hasjmy Aceh, Kamis (13/11/2025).
Selanjutnya, Ia menegaskan bahwa sinergi tersebut menjadi bagian dari upaya besar menuju Indonesia Emas 2045, di mana pendidikan Islam tidak hanya berorientasi spiritual, tetapi juga produktif dan inovatif.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pendidikan Muadalah dan Pendidikan Diniyah Formal Direktorat Pesantren, Endi Suhendi, menegaskan bahwa rencana pembentukan Ditjen Pesantren merupakan tindak lanjut dari amanat Presiden pada peringatan Hari Santri Nasional.
“Hari ini kita melanjutkan proses dari pengakuan de facto menuju penguatan de jure. Negara hadir untuk memberi landasan hukum dan kelembagaan yang kokoh bagi pesantren,” ujar Endi.
Ia juga menambahkan bahwa penguatan akan diarahkan pada tiga pilar utama: kelembagaan, keilmuan, dan kemandirian. Ketiga aspek ini diharapkan menjadi fondasi agar pesantren mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai keislaman dan tradisinya.
Wakil Rektor II UIN Ar-Raniry, Khairuddin, menilai penguatan sistem pendidikan dayah di Aceh merupakan bagian penting dalam membangun generasi berkarakter dan berakhlak.
“Dayah bukan hanya lembaga keagamaan, tetapi juga fondasi peradaban dan karakter masyarakat Aceh. Tradisinya sudah mengakar jauh sebelum sistem pendidikan modern diperkenalkan,” ujarnya.
Dalam sejarah panjang Aceh, kata dia, dayah merupakan lembaga pendidikan resmi kerajaan yang berperan melahirkan ulama dan cendekiawan.
“Kalau bicara pendidikan karakter, dayah sudah memiliki sistem yang mapan sejak masa Kesultanan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali, menyebut pembentukan Ditjen Pesantren sebagai langkah strategis pemerintah untuk memastikan mutu pendidikan Islam berjalan dalam ekosistem yang sehat.
“Negara tidak hadir untuk mengintervensi, melainkan untuk menjamin mutu dan keberlanjutan ekosistem pendidikan Islam di pesantren,” katanya.
Adapun kegiatan halaqah ini berskala nasional dengan menghadirkan pimpinan dayah (pesantren khas Aceh), akademisi, dan pejabat Kementerian Agama.
Forum tersebut menjadi ruang strategis untuk menyatukan visi dalam memperkuat posisi pesantren sebagai pilar penting pendidikan keagamaan di Indonesia.
Halaqah tersebut membahas diskusi panel bertajuk ‘Penguatan Kelembagaan Pesantren untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Kemandirian Umat’ yang dihadiri sejumlah narasumber di antaranya Tgk H. Nuruzzahri Yahya (Waled NU), Tgk H. Faisal Ali dan Irwan, Diskusi dipandu oleh Dr Abd Razak, Pimpinan Dayah Daruzzahidin.
Para peserta dari forum tersebut sepakat bahwa masa depan pendidikan Islam Indonesia harus berakar pada nilai-nilai pesantren yang adaptif terhadap kemajuan zaman, sehingga pesantren bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga penggerak kemajuan bangsa.